22 Jan 2013

KESETARAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA


KESETARAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI UNTUK MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Oleh: Amin Nurita F.A, ST, M.Pd*)
*)Sekretaris Umum PW Nasyiatul ‘Aisyiyah Jawa Tengah
Staf Pengajar SMK N 2 Wonosobo

Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu mengenang jasa para pahlawannya, selain itu juga sangat melindungi dan melestarikan budayanya, termasuk adat-istiadat bangsanya. Hal ini merupakan modal berharga bagi upaya pemantapan ketahanan mental spiritual dalam menghadapi pengaruh negatif yang dibawa oleh arus globalisasi yang terjadi pada saat ini. Apabila tidak kita waspadai, bukan tidak mungkin bahwa hal itu akan bisa menimbulkan erosi terhadap budaya bangsa kita.
Perempuan adalah bagian dari masyarakat yang berhubungan sangat erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat. Dalam keadaan krisis perekonomian, perempuanlah yang paling merasakan akibat dari krisis tersebut. Akan tetapi, dalam keadaan yang kritis, seringkali perempuan lebih mempunyai inisiatif, bangkit dan menggerakkan masyarakat sekitarnya untuk memperbaiki kondisi perekonomian, mulai dari perekonomian keluarga, meluas sampai ke perekonomian rakyat.
Sejarah telah membuktikan bahwa perempuan telah banyak berperan dalam membangun bangsa ini. RA. Kartini, pada saat itu sudah menjadi pelopor bagi kaum perempuan.  Keadaan perempuan masa kini, berkat inspirasi dari R.A. Kartini, telah banyak mendorong perempuan Indonesia untuk mencapai pendidikan tinggi. Salah satu surat Kartini berisi:”Kami sangat yakin bahwa kemajuan jaman sederas apapun bangsa Indonesia tidak akan dapat maju selama kaum perempuan dibatasi gerak dan langkahnya, karena perempuan merupakan bagian dari kemjuan zaman itu sendiri”.
Bagaimana mewujudkan kesetaraan perempuan dan laki-laki untuk membangun karakter bangsa menuju masyarakat yang bermartabat?
 Kita semua mengetahui bahwa prestasi anak perempuan di semua tingkat pendidikan (mulai SD sampai universitas) selalu menduduki peringkat yang tertinggi. Meskipun penelitian mengenai hal ini belum dilakukan, akan tetapi berdasarkan pengalaman, dari 10 peringkat tertinggi dari tiap jenjang pendidikan, ternyata 60%-70% adalah murid atau mahasiswa perempuan. Perempuan juga sudah mampu mencapai pendidikan tertinggi, seperti S1, S2, S3. Tenaga pengajar perempuan bergelar guru besar juga telah semakin meningkat.
Meskipun demikian, ternyata masih banyak hambatan bagi perempuan untuk mencapai kedudukan atau peningkatan prestasi seperti yang diharapkan, apalagi untuk kedudukan pimpinan atau pengambil keputusan lainnya. Untuk mencapai kedudukan yang setara dengan kedudukan laki-laki, seperti kedudukan pimpinan, dan pengambil keputusan, perempuan dituntut untuk mempunyai kelebihan prestasi yang lebih menonjol, serta harus melalui perjuangan yang sangat berat, padahal tuntutan semacam ini bagi laki-laki pun tidak dirasa perlu. Perjuangan perempuan yang berat untuk mencapai suatu kedudukan, disebabkan karena masih banyak masyarakat Indonesia yang masih menganut paham patriarki, sehingga menghasilkan keputusan dan sikap yang bias gender.
Ketimpangan dan kurangnya peran serta perempuan dan rendahnya Kualitas Hidup Perempuan (KHP), secara umum mengakibatkan lambatnya keberhasilan dalam Pembangunan Nasional. Bila KHP perempuan rendah dan tidak diajak untuk berperan serta dalam pembangunan, maka perempuan akan menjadi beban pembangunan. Sebaliknya, bila perempuan diberi kepercayaan untuk berperan dalam pembangunan nasional, maka perempuan akan menjadi mitra sejajar bagi laki-laki yang ikut bahu-membahu dan meringankan beban pembangunan.
Diskriminasi terhadap perempuan juga masih terjadi di Indonesia, keadaan ini ditandai oleh:
1.      Tradisi yang mewajibkan perempuan mengurus urusan rumah tangga, atau tradisi yang melarang perempuan mengemukakan pendapat dalam kondisi apa pun.
2.      Dalam bidang pendidikan, meskipun kesempatan sudah sangat terbuka bagi perempuan untuk sekolah setinggi-tingginya, namun bila biaya pendidikan dalam keluarga terbatas, maka anak perempuan harus mengalah kepada anak laki-laki. Bila beasiswa didapat oleh seorang perempuan bersuami, maka ijin dari suami mutlak didapatkan oleh sang isteri. Demikian pula, ketika seorang perempuan sudah menikah dan mempunyai anak, maka pendidikan pun biasanya dihentikan demi kepentingan keluarga.
3.      Dalam bidang ekonomi, menurut survei terakhir, pendapatan perempuan biasanya hanya 60% dari pendapatan pria untuk waktu kerja dan posisi yang sama, ditambah kesalahan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mendata pelaku ekonomi di sebuah keluarga. Bila sebuah keluarga, di mana seorang isteri berusaha di rumah seperti membuat kue atau pisang goreng untuk dijual, biasanya BPS hanya mendata isteri tersebut sebagai Ibu Rumah Tangga saja sehingga secara statistik, perempuan sedikit sekali berperan dalam sektor ekonomi. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.
4.      Dalam peningkatan karier di pekerjaan, meskipun perempuan mempunyai prestasi yang baik di sekolah maupun dalam pekerjaan, dalam penentuan kenaikan jabatan atau peningkatan karier perempuan, selalu dikalahkan dengan alasan yang sangat bias gender.
Secara obyektif, hingga saat ini kendala dan tantangan di lapangan nampak semakin jelas dan menunjukkan betapa kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan nampak begitu kentara. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya kebijakan-kebijakan publik yang masih sering mengabaikan perempuan sebagai titik perhatiannya, yang disebabkan oleh konsep gender yang belum banyak dipahami oleh berbagai pihak.
 Nilai-nilai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan landasan bagi pembentukan karakter dan budi pekerti untuk mencintai tanah air dan bangsa.  Sejalan dengan hal tersebut, upaya pembentukan karakter bangsa melalui pendidikan perlu dimulai sejak dini. Mulai dari keluarga, diteruskan ke sekolah dan lingkungan masyarakat. 
Kesetaraan perempuan dan laki-laki tercermin antara lain dalam berpartisipasi mengisi pembangunan di berbagai bidang, sehingga proses pembangunan akan semakin dapat dipercepat guna terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat baik perempuan maupun laki-laki. Makna dari nilai-nilai keadilan dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan landasan bagi pembentukan karakter dan budi pekerti bangsa untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia, dan memegang teguh rasa nasionalisme serta wawasan kebangsaan yang hakiki.
Perempuan harus meningkatkan kiprahnya dalam berbagai aspek kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta pembangunan nasional yang berkelanjutan guna tercapainya tujuan pembangunan nasional dan pembangunan millennium (MDGs) serta terwujudnya Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG).
Perempuan Indonesia harus menjadi manusia Indonesia yang bermartabat dan maju, tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain, juga harus mampu berperan aktif dalam pergaulan nasional maupun internasional. Diperlukan motivator untuk mendorong kaum perempuan untuk lebih berprestasi. Visi pembangunan pemberdayaan perempuan adalah tercapainya keadilan dan kesetaraan gender dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dalam pencapaiannya perlu dilaksanakan berbagai ragam kegiatan. Kita semua memahami bahwa apa yang kita upayakan selama ini untuk memberikan yang terbaik bagi peningkatan kualitas kaum perempuan, bukanlah hal yang mudah dan sederhana. Pemahaman akan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) masih sangat bervariasi tingkatannya. Pelaksanaan pengarusutamaan gender yang merupakan strategi untuk mengintegrasikan gender ke dalam kebijakan dan program pembangunan di seluruh sektor pembangunan memerlukan suatu mekanisme kerja yang kuat, yang didukung dengan kualitas sumber daya manusianya.
Dengan demikian, kesetaraan perempuaan dan laki-laki akan terwujud ketika ada kerjasama berbagai pihak, baik dari kalangan perempuan sendiri, kalangan laki-laki, pihak terkait yang meliputi pemerintah, organisasi masyarakat, LSM  dan sebagainya. Sehingga tujuan untuk membangun karakter bangsa yang sehat dan bermartabat akan terwujud, dan tujuan dari pembangunan nasional akan tercapai. (aNfA).

2 comments:

pwnajateng said...

artikel yang bagus bu

Guntur Wicaksono said...

kemajuan bangsa salah satunya ditentukan oleh perempuan, dibalik pemimpin negara yang sukses pasti ada seorang istri yang solehah