EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI DAKWAH
Oleh : Azizah Herawati, S.Ag.
Ketua V PWNA Jawa Tengah
Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi serta seni budaya suatu bangsa sangat ditentukan oleh usaha dari bangsa itu sendiri. Demikian pula dengan agama. Kemajuan maupun kemunduran suatu agama adalah terletak pada usaha dari para pemeluknya untuk terus mengadakan inovasi, perubahan dan pengembangan kepada yang lebih baik, tentunya selama masih dalam koridor aturan agama. Agama Islam akan maju dan berkembang (dinamis) atau sebaliknya tidak maju dan berkembang (statis), bahkan mengalami kemunduran sangat dipengaruhi oleh usaha dari umat Islam, terutama usaha dalam bidang dakwah dan syiar Islam. Hal ini sangat erat hubungannya dengan usaha-usaha dari para pelaku dakwah yaitu para dai. Di samping adanya usaha-usaha dakwah dari para dai, adanya kemauan dan usaha para dai itu sendiri untuk memperbaiki pribadinya masing-masing dalam tata cara menyajikan dan menyuguhkan ajaran-ajaran Islam kepada khalayak juga sangat dibutuhkan.
Dalam menyajikan dan menyuguhkan ajaran Islam kepada khalayak, para dai dituntut untuk pandai-pandai menyesuaikan dengan tingkatan intelektual dan intelegensia dari obyek dakwah (mad’u), baik dari segi materi yang disampaikan maupun dari segi cara atau metode yang dipakai dengan tidak mengesampingkan pengamatan terhadap situasi dan kondisi setempat. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam QS An-Nahl 125 berikut ini :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[*] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
[*] Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Pengertian dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi dari yang kurang baik kepada situasi yang lebih baik, baik terhadap pribadi (perorangan) maupun masyarakat (kelompok)
اَلدَّ عْوَةُ حَثُّ النَّا سِ عَلَى الْخَيْرِ وَ اْلهُدَ ى َوالْاَ مْرُ بِالمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ اْلمُنْكَرِ لِيَفُوْزُوْا بِسَعَا دَةِ اْلعَاجِلِ وَاْلاَ جْلِ
“Dakwah adalah mengajak manusia untuk melakukan kebaikan dan petunjuk, memerintahkan kebajikan dan melarang perbuatan mungkar, supaya hidup bahagia di dunia dan akhirat”.
Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku atau pandangan hidup saja, tetapi lebih luas dari itu. Apalagi pengaruh perkembangan informasi dan komunikasi yang begitu pesat sekarang ini, menuntut adanya peranan yang lebih dari para dai dalam mensyiarkan pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.
Kesuksesan pelaksanaan dakwah, dalam hal ini dengan metode ceramah atau pidato, bukanlah diukur dari gelak tawa atau tepuk riuh dari para pendengarnya, bukan pula dari ratap tangis atau uraian air mata mereka. Namun kesuksesan diukur antara lain melalui bekas (atsar) yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya maupun kesan yang terdapat dalam jiwa yang kemudian tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai sasran tersebut, tentunya semua unsur dakwah harus mendapat perhatian dari para dai, terutama penguasaan terhadap ilmu rethorika, yakni ilmu seni pidato. Rethorika merupakan salah satu ilmu yang harus dimiliki oleh para dai, di samping hal lain yang juga harus dikuasai seperti materi dan subyek dakwah. Tujuan dari mempelajari rethorika adalah agar seseorang bisa berdakwah dengan baik dan sukses serta efektif dan efisien.
B. PRINSIP DALAM BERDAKWAH
Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS An-Nahl 125 di atas, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam berdakwah, antara lain :
1. Sampaikan dengan bijak (bil-hikmah)
Dakwah hendaknya disampaikan dengan cara yang bijaksana sehingga akan mudah diterima dan pertentangan bisa diminimalisir. Materi yang disampaikan serta cara penyampaiannya harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Buatlah materi yang berkesan menggembirakan, bukan menakut-nakuti, sampaikan sesuatu yang dirasakan mudah, bukan mempersulit.
2. Berikan pelajaran dan contoh yang baik (mau’idloh hasanah)
Seorang dai tidak semestinya memberi kesan menggurui, merasa paling tahu, tetapi apa yang disampaikan merupakan sarana untuk memberi peringatan, mengajak untuk berbuat kebajikan dan sebaliknya mencegah dari berbuat kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar) dan saling nasehat menasehati dalam kebaikan ( tawashaw bil haq). Tentu saja sebagai dai, harus bisa memberi contoh yang baik, dimulai dari diri sendiri, karena
bahasa perilaku lebih bermakna daripada bahasa lisan.
Bila berbeda pendapat dengan obyek dakwah, ajak adu argumentasi dengan baik (jadilhum billadzi hiya ahsan)
Berdebat untuk mencari kebenaran, bukan untuk mencari kemenangan
Tidak mempermalukan lawan bicara
Tetap tegas dalam masalah aqidah
C. BAHAN DAN LATIHAN PIDATO UNTUK BERDAKWAH
Sebelum berdakwah, seseorang yang mmbulatkan tekad untuk mempersiapkan dirinya sebagai ahli pidato atau ceramah maka ada beberapa syarat yang harus dimiliki, antara lain :
1. Memiliki ilmu pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun pengetahuan umum dengan cara rajin membaca buku-buku maupun sumber-sumber lain untuk dijadikan bahan untuk pidato/ ceramah.
2. Memiliki kekayaan kata-kata, sebab dengan kekayaan kata-kata yang dikuasai akan mendukung dan memudahkan kelancaran dalam berbicara.
3. Memiliki kecerdasan berfikir yang diperoleh dari media-media informasi, seperti buku-buku bacaan dan memahami bacaan tersebut, mendengarkan ceramah dan lain sebagainya. Sebab pidato atau ceramah tidak akan hidup dan dipahami isinya apabila tidak disertai dengan daya berfikir yang baik.
4. Memahami tema yang akan disampaikan dan mengenal kondisi dan situasi dari massa yang akan dijadikan obyek dakwah (mad’u).
5. Sering menghadiri forum-forum ceramah atau kajian dan menirukannya di rumah. Bisa juga berlatih di depan cermin.
6. Melatih diri untuk berbicara di depan umum dengan hati-hati, sungguh-sungguh dan berulang-ulang, dimulai dari forum yang paling sederhana, seperti kajian dengan teman-teman kelompok tertentu dengan materi sederhana pula. Kemudian setahap demi setahap terus ditingkatkan, baik forum maupun materinya.
D. PERSIAPAN SEBELUM CERAMAH/ PIDATO
Sebelum tampil ke depan atau naik podium untuk berceramah/ berpidato diperlukan beberapa persiapan, antara lain :
a. Menenangkan pikiran dan menjaga kesehatan badan (sehat mental dan fisik)
b. Mempersiapkan hal-hal yang diperlukan seperti catatan-catatan, dalil-dalil dan pokok-pokok uraian. Demikian pula hal-hal lain yang mendukung seperti sapu tangan, kaca mata, jam tangan dan lain-lain.
c. Berpakaian yang sopan, rapi dan bersih. Karena hal ini akan mempengaruhi perhatian dari obyek dakwah (mad’u).
d. Duduk dengan tenang, muka berseri-seri, memberi kesan (image) yang baik, mendengarkan dan memperhatikan pidato atau ceramah terdahulu, tidak menunjukkan gaya angkuh atau congkak, turut tertawa di kala orang banyak tertawa, turut bertepuk tangan di kala orang banyak bertepuk tangan,dengan catatan tidak berlebih-lebihan.
e. Persiapan batin dengan berdoa agar semua hadirin mudah menerima dan dapat memahami isi pidato atau ceramah serta mengamalkannya. Biasanya doa dibaca adalah doa yang dibaca Nabi Musa AS saat akan menghadap Raja Fir’aun yang termaktub dalam Al-Qur’an Surat Thaha 25-28 :
25. Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku[**],
26. Dan mudahkanlah untukku urusanku,
27. Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku,
28. Supaya mereka mengerti perkataanku,
[**] nabi Musa a.s. memohon kepada Allah agar dadanya dilapangkan untuk menghadapi Fir'aun yang terkenal sebagai seorang raja yang kejam.
f. Keberanian moral dan percaya pada diri sendiri, yakin akan kesuksesan dalam berpidato/berceramah. Anggaplah para hadirin lebih rendah ilmu dan derajatnya, hanya untuk sekedar menghilangkan rasa cemas dan minder saja. Sehingga harus tetap berlaku sopan dan tidak boleh sombong.
g. Ketika akan naik podium hendaknya menarik nafas sedikitnya tiga kali supaya muka tidak pucat.
h. Jangan tergesa-gesa dan gugup serta jangan terlalu lambat untuk naik podium pada waktu telah dipersilahkan.
E. GAYA PENTAS
Yang dimaksud dengan gaya pentas di sini adalah sikap dan gaya seseorang saat berbicara di atas panggung. Antara lain :
a. Memandang semua hadirin yang ada di depan, kanan maupun kiri dengan penuh hormat setelah mengambil sikap sempurna. Setelah itu barulah memulai dengan salam.
b. Sikap yang menarik dengan roman yang manis, berseri, berani dan sopan.
c. Mimik (perubahan air muka) disesuaikan dengan apa yang dikatakan, misalnya gembira dilukiskan dengan air muka gembira, sebaliknya sedih dilukiskan dengan air muka sedih.
d. Gaya dan gerak harus sesuai dengan apa yang sedang diucapkan.
e. Suara jangan terlalu keras kecuali jika diperlukan, juga jangan terlalu pelan.
f. Agitasi (meninggikan suara) diperlukan untuk membangkitkan semangat pendengar, tapi jangan terus menerus sebab akan menimbulkan kebosanan dan cepat menghabiskan suara.
g. Tamsil (perumpamaan) dan masal (contoh) sangat diperlukan karena lebih mudah dipahami.
h. Dalil-dalil sebagai landasan dari materi yang disampaikan sangat diperlukan, karena akan lebih memperkuat isi pidato/ ceramah serta lebih mengesankan dan meyakinkan pada hati hadirin.
F. SARAN DAN PESAN
Sebagai penutup, perlu juga diperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Jangan berceramah/berpidato saat sedang merasakan kesedihan, sakit ataupun marah.
b. Saat berceramah/berpidato jangan dalam keadaan terlalu lapar atau terlalu kenyang, sebab akan membuyarkan konsentrasi. Sebaiknya dituntaskan dulu sebelum naik panggung.
c. Luruskan dan murnikan niat dalam berdakwah semata-mata hanya karena kewajiban dan dalam rangka ibadah untuk mencari ridlo Allah SWT.
0 comments:
Post a Comment