Pelantikan PDNA Brebes

Pelantikan PDNA Kabupaten Brebes Periode Muktamar XI dihadiri oleh PWNA Jawa Tengah dan Bupati Brebes

Musyawarah Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Semarang

Semangat Baru Kader Nasyiatul 'Aisyiyah Kota Semarang Awali Periode Muktamar XI

Workshop Manajemen Organisasi PWNA Jawa Tengah

Purworejo, 31 Desember 2009 - 2 Januari 2010

Latihan Instruktur Nasyiatul 'Aisyiyah Karesidenan Semarang Pekalongan

Outbond dalam rangka peningkatan kualitas instruktur dalam membentuk kerjasana tim

26 Feb 2013

Mencari Peluang Mentradisikan Paham Muhammadiyah Dalam Masyarakat

Mencari Peluang Mentradisikan Paham Muhammadiyah
Dalam Masyarakat

“ Seorang teman mengatakan bahwa matinya orang Muhammadiyah seperti matinya seekor kucing miliknya, karena tidak ditahlilkan dan diselamatkan.....,
tentu saja karena kucingmu itu kucing Muhammadiyah, begitu jawabku

Dialog diatas terjadi ketika saya dan teman-teman “berdebat” kalau tidak mau dikatakan mengolok-olok kebiasaan organisasi dalam peribadatan dan keseharian seperti tahlilan, yasinan, ziarah kubur dan lain sebagainya disuatu perguruan Muhammadiyah menengah atas. Maklumlah karena tidak semua siswa adalah warga Muhammadiyah sehingga walaupun sudah diajarkan KEMUH dan Al-ISLAM masih saja tidak paham atau tidak mau tahu karena sudah terlanjur mendarah daging.
Saat jawaban saya meluncur teman saya merah padam sementara teman lainnya tertawa terbahak-bahak walaupun tidak disadari mereka dan keluarganya terbiasa menjalankannya, padahal mereka bukan anggota organisasi NU atau lainnya, mereka hanya menjalankan kebiasaan yang sudah terlanjur melekat dimasyarakat itu, karena saking ngetrennya tradisi ini rupanya masih ada saja warga Muhammadiyah yang menjalankannya padahal sudah jelas-jelas Muhammadiyah sangat ingin membersihkan tradisi ini, parahnya lagi jika yang sudah duduk dipimpinan juga masih enggan alias nggak enak meninggalkan tradisi tersebut.
Tradisi ini semakin naik daun nggak turun-turun karena dibantu mempopulerkannya para tokoh publik dan artis baik di media news maupun media gosip ketika mereka atau keluarganya meninggal dunia, masih jelas diingatan kita bukan?, ketika artis Taufik Safalas, artis dan da'i KH. Gito Rolis serta yang paling menghebohkan meninggalnya mantan Presiden H. Soeharto, bagaimana keluarga mereka merayakan kepergiannya dengan begitu megah dan spektakuler, padahal pak Harto sendiri pernah mengaku sebagai bibit Muhammadiyah, apakah berarti pak Harto tidak bisa mendidik anak-anaknya untuk menjalankan kebenaran atau justru Muhammadiyahlah yang belum mampu menjadikan pahamnya secara otomatis akan dijalankan warganya. Saya selalu berharap dikemudian hari ada tokoh Muhammadiyah yang wafat kemudian keluarganya menjalankan paham Muhammadiyah dan terekspos kemedia sehingga paham Muhammadiyah paling tidak dikenalkan kepada publik, bukan kemudian saya berharap ada tokoh kita yang wafat, bukan begitu, tetapi agar masyarakat mempunyai pilihan bahwa ada hal yang lebih baik dilakukan ketika mendapatkan musibah tersebut.
Keadaan di lapangan
Ketika saya berpindah domisili, saya melihat ternyata Paham Muhamadiyah memang belum terjalankan dengan baik seperti didomisili terdahulu dan saya mengira didaerah lain tidak berbeda jauh artinya masih belum merata terjalankannya paham disetiap tempat, saya kira ada hal yang dapat dianalisa dan diambil pelajaran dari keadaan yang ada.
Pertama, Peran pimpinan dalam menyampaikan Paham masih sekedar pidato resmi dan atau pengajian umum, tidak disertai action bagaimana dan acara seperti apa yang akan dijadikan penggantinya, akhirnya saya lihat banyak warga yang masih binggung, acara seperti apa yang seharusnya akan dilakukan seperti yang telah difahamkan, dalam situasi yang tidak terencana pastilah mereka mengambil jalan yang sudah terbiasa dan “umum” dilakukan masyarakat setempat.
Kedua, Warga Muhammadiyah sendiri tidak konsisten terhadap Paham, warga yang demikian ini biasanya malu, nggak enak dan tidak mau jika dikatakan tidak bertetangga/ bermasyarakat dengan baik, apalagi jika masih saudara dan keluarga pasti tidak ada kata “tidak” yang terucap, mereka beranggapan bahwa bermasyarakat dengan baik itu diukur dengan rutinnya mengikuti tahlilan, yasinan dan sejenisnya. Padahal masih banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
Ketiga, Aturan RT atau Desa disuatu desa tertentu lebih kuat dari pada Paham Muhammadiyah, dibeberapa daerah ikatan terhadap aturan desa/RT sangat kuat, karena desa sendiri mengatur poin- poin peraturan dalam pengurusan kematian, aturan itu meliputi pengurusan jenazah sampai tahlilan malam harinya sehingga dibutuhkan mental dan kemauan kuat untuk menghindarinya.
Hal demikianlah yang menjadi permasalahan klasik yang sebenarnya ingin dihindari dan dirubah oleh warga Muhammadiyah yang tidak konsisten itu sendiri, walaupun hanya terkadang berupa keprihatinan dan wacana belaka. Tapi kita lihat didaerah lain ternyata banyak yang sukses dan tidak ada masalah bahkan bisa mempengaruhi masyarakat sekitarnya, berikut ini sebagian bisa kita ambil pelajarannya.
Pertama, Pimpinan duduk bersama membicarakan actionnya, bisa membentuk tim khusus membidangi kematian, dengan agenda ; mengurusi jenazah sampai memanajemen acara malam harinya dengan menghilangkan bid'ah yang biasa dilaksanakan, tak lupa menangani masalah konsumsi untuk tamu dan keluarga yang berduka, sehingga keluarga terhindar dari kesibukan dalam menyediakan makanan seperti layaknya sedang berpesta. Acara malam hari dimanajemen karena adanya kebiasaan yang sudah memasyarakat dan kita perlu mengatur acara itu sebagai penggantinya, jangan berfikir untuk membiarkannya tanpa manajemen sehingga pastilah malam hari itu diisi oleh kebiasaan yang berlaku, karena tawaran atau rayuan agar dilakukan seperti “keumuman masyarakat” pasti terjadi, kecuali pada keluarga yang paham Muhammadiyahnya kuat dan pada keluarga yang sepaham ( tidak heterogen dalam satu keluarga).
Kedua, Warga Muhammadiyah harus punya semangat serta niat yang kuat untuk merobohkan lingkaran kebiasaan ini, apabila tidak semangat, pasti ada saja alasan dan kendalanya, kebanggaan dan pemahaman terhadap Paham juga harus tinggi, dengan cara menolak secara halus apabila diundang, sekaligus tidak “menggelar acara” apabila sedang berduka, bisa diawali dengan menjelaskan dengan bijak sebelum terjadi musibah /berwasiat (bagi keluarga heterogen) awalnya pasti menjadi pembicaraan, gunjingan dan celaan sebagai warga masyarakat, tetapi lambat laun namun pasti celaan dan gunjingan itu akan hilang bersamaan dengan Paham Muhammdiyah yang kemudian memasyarakat dan mereka akan memakhluminya syukur-syukur bisa mengikutinya.
Ketiga, jika Muhammadiyah sudah mempunyai tim yang mengurusi kematian, warga bisa menentukan sikap dan warga tidak lagi kebingungan menentukan acara, karena biasanya yang terjadi warga langsung menyerahkan segala urusan kepada pak lebe, nah pastilah tradisi yang digunakan bukan paham muhammadiyah, jika diperlukan pimpinan bisa membicarakan dengan pemerintahan desa dan menawarkan kepada masyarakat umum apabila mengendaki boleh menggunakan tim dari Muhammadiyah.
Pelaku perubahan
Jadi yang menjadi pelaku perubahan adalah Pimpinan, anggota/warga Muhammadiyah dan pemerintah desa/ masyarakat. Pimpinan dan warga sebagai pihak dalam (pelaku) harus bisa bekerjasama seiring sejalan, punya niat dan kemauan untuk merubah tradisi yang tidak benar ini dan memulai action ini. Tak kalah pentingnya pimpinan diatasnya untuk mengontrol dan mengevaluasi pelaksanaan program ini. Sementara pemerintah desa/ warga masyarakat selaku pihak luar, kita bisa mengabaikannya saja, walaupun turut mempengaruhi namun saya yakin Muhammadiyah sudah punya power untuk bisa mengalahkan kekuasaannya dalam mengatur peribadatan ini dan Muhammadiyah mempunyai power “kebiasaan” tampil beda dalam kebenaran, bukankah Muhammadiyah sudah berhasil dalam membiasakan sholat Hari raya di tanah lapang?.Dan perkembangan Muhammadiyah sekarang sudah sangat dihargai oleh semua kalangan, tentu ini dapat menjadi modal yang mendukung.
Penutup
Dalam setiap kegiatan keorganisasian dan dakwah, keberhasilan adalah hal yang menjadi keinginan dan harapan, namun kegagalan bisa juga membayanginya. Bukan bermaksud untuk menyelisihi tapi lebih untuk memotivasi, jika dalam menjalankan ajaran Islam yang diunggulkan adalah prosesnya daripada hasil, namun disini yang dibutuhkan adalah hasilnya, entah dengan cara proses yang bagaimana yang penting adalah mengakarnya paham Muhammadiyah didalam kehidupan warga Muhammadiyah khususnya dan masyarakat pada umumnya,Amin.

Yoeni Wahyu (PDNA Batang)






23 Feb 2013

Anggota Nasyiah dan Permasalahannya

Yoeny Wahyu Hidayatie
PDNA Batang

 Nasyi'ah putri yang belia, harapan A'isyiyah,
untuk melanjutkan usahanya, jangan tersia-sia.....”
Itulah penggalan mars Nasyiatul Aisiyah yang selalu dilantunkan diawal acara, dengan sikap tegak berdiri lantang semua bernyanyi mengikuti gerakan tangan sang dirigen, aduh sungguh sangat bersemangat dibuatnya.
ANGGOTA NASYIAH DAN PERMASALAHANNYA
Nasyiatul Aisyiyah yang lebih ngetren akhir-akhir ini dengan sebutan Nasyi'ah adalah organisasi otonom dengan sasaran kelompok perempuan muda yang sudah bukan remaja lagi, usia antara 17 sampai 40 tahun. Dengan usia demikian latar belakang dan aktifitas anggota Nasyiah sangat beragam, dari yang masih duduk dibangku menengah sampai kuliah bahkan sudah punya cucupun bisa masuk anggota Nasyi'ah, dan akhirnya permasalahanpun akan beragam.
Nasyiah sebagai ortom sudah tidak diragukan lagi telah ikut mewarnai maju mundurnya Muhammadiyah, segala kegiatan telah banyak dilakukan, tetapi bisa dikatakan masih kalah dengan keberhasilan yang telah dilakukan “Ibunda Aisiyah”, mengapa demikian ?, padahal Nasyiah lebih muda , lebih enerjik dan masih baik secara kesehatan.
Secara sepintas usia yang ditawarkan bagi anggota Nasyiah adalah usia yang sangat strategis karena pada usia inilah manusia dapat dikatakan sebagai “orang”, menurut riwayat ada suatu cerita bahwa ketika ditanya manakah yang disebut manusia, ketika dijawab menunjuk orang usia 60-an yang bertanya tidak puas karena sudah tua, dan ketika dijawab usia 10-an, juga tidak puas karena terlalu kecil, nah ketika dijawab usia 30-an itulah yang dicarinya sesuai dengan fitrah manusia yang sempurna, ini berarti bahwa usia nasyiah adalah usia yang sangat sempurna, produktif atau istilahnya sedang mekar-mekarnya atau sedang subur-suburnya.
Nah mengingat usia yang sedang produktif itulah kemudian permasalahan muncul karena banyak dari anggota yang “memproduksi anak”, akhirnya sibuk dengan urusan pribadi yaitu mengurus anak, tidak tega meninggalkan anak untuk aktivitas dan malu membawa anak ke suatu acara kegiatan Nasyiah atau ah paling anakku cuma akan mengganggu saja, akhirnya bisa ditebak, rapat pimpinan dan anggota kekurangan peserta.
Sementara disisi lain, anggota yang diharapkan bisa hadir karena belum terepotkan dengan aktivitas keluarga alias masih single, biasanya malu karena mengira teman -teman nasyiah lainnya sudah banyak yang punya anak, Ironinya lagi ketika anak-anak mereka sudah besar-besar dan tidak terepotkan lagi dengan urusan itu, malu karena mengira teman- teman lain masih muda-muda, jadi sepertinya tidak akan ketemu ketika masih punya alasan sendiri-sendiri, ditambah tidak sedikit yang menikah dan kemudian mengikuti domisili suami, belum lagi banyak dari anggota yang sibuk dengan karir dan pendidikannnya masing-masing, akhirnya untuk ngumpul sama-sama susahnya minta ampun.
Dalam sebuah organisasi pertemuan alias kumpulan sangat diperlukan walaupun hasil yang didapat minimum, maksudnya hanya berangkat, duduk, mendengarkan dan diam itupun jika anaknya tidak rewel, saya lebih menghargai usaha teman-teman untuk meramaikan organisasi dengan menghadiri pertemuan membawa anak-anaknya walau seperti sebuah posyandu, paling tidak satu atau dua dari manfaat organisasi telah tercapai yaitu sebagai ajang silaturahim dan terpenuhinya syarat sebagai sebuah organisasi, karena sebuah organisasai tidak akan disebut organisasi jika tidak terdapat sebuah pertemuan rutin.
Ada yang membuat lebih simpatik serta patut ditiru adalah tetap menghadiri sebuah pertemuan walaupun usia lebih dari yang seharusnya yaitu diatas 40 tahun, tentu karena tanggung jawab dan kecintaannya terhadap persyarikatan walau dengan sedikit malu tersenyum simpul ketika ikut menyanyikan mars yang menyebut sebagai “Nasiah putri yang belia” seperti pada tulisan pembuka diatas.
Mengenai syair nasyiah yang menyebut sebagai putri yang belia ini sebenarnya tidak perlu diperdebatkan dan tidak perlu menjadi halangan bagi para aktivis yang sudah tidak belia lagi, karena memang usia Nasyiah itu adalah sejak belia sampai dewasa dan kemudian “lulus” menjadi Aisyiah, bukankah Nasyiah adalah kader Aisyiah?, jadi pada saat limit itu tentu tidak belia lagi.
Sejujurnya saya tidak mengetahui, apakah mudah merubah syair mars sebuah organisasi dan saya juga tidak mengetahui apa makna “belia” yang sebenarnya atau maksud yang diharapkan dari pengarangnya, tetapi jikalau hal ini kemudian sedikit banyak membuat risih para aktivis tentulah bisa menjadi pemikiran bersama untuk menggantinya dengan sebutan yang lain, misalnya Nasyiah putri yang dewasa, atau Nasyiah giat bekerja ataupun lainnya.
Teman teman pembaca sekalian, dalam AD/ART NA disebutkan bahwa keanggotaan NA dimulai usia 17 sampai 40 tahun, sementara dalam AD/ART Aisyiyah, disebutkan keanggotaan Aisyiyah adalah anggota Muhammadiyah perempuan. Hal ini sering menimbulkan konflik , ada sedikit perebutan kader / anggota.
Dalam pengamatan saya konflik yang terjadi jika di luar ranting tidak akan menjadi masalah serius, tapi jika terjadi di suatu ranting sedikit banyak menimbulkan masalah, oleh sebab itu pembicaraan mengenai pembatasan usia keanggotaan suatu ortom ini harus di selesaikan dalam meja perundingan / musyawarah di tingkat pusat. Tentu untuk merespon masalah ini butuh kepekaan pimpinan pusat karena pimpinan pusat tidak merasakan langsung akibat dari konflik yang terjadi di tingkat pimpinan ranting.
Inilah serba serbi nasyiah yang kita cinta, masalah satu dengan masalah lain menambah romantisme kita dalam bernasyiah, mASALH ini adalah seklumit sampah yang tidak menjadikan rumah kita jelek semua.







14 Feb 2013

MAAG DAN PENGOBATANNYA

MAAG DAN PENGOBATANNYA
Penyakit Maag dan Pengobatannya sudah banyak diketahui oleh banyak orang. Salah satu gejala penyakit maag adalah mual dan salah satu cara pengobatannya adalah dengan mengkonsumsi kunyit. Untuk mengetahui penyakit maag dan pengobatannya kita harus banyak membaca dari berbagai sumber sehingga kita bisa tau banyak mengenai penyakit maag.
Orang awam mengenalnya dengan sebutan penyakit maag. Banyak dikeluhkan ketika sedang berpuasa. Dalam dunia kedokteran, sakit maag dikenal dengan istilah Gastritis. Apakah anda tahu apa itu penyakit maag dan pengobatannya?
Gastritis berasal dari kata Gaster yang artinya lambung. Gastritis adalah peradangan (pembengkakan) dari mukosa lambung, yang bisa disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi.
Di dalam lambung terdapat enzim-enzim pencernaan seperti pepsin, asam lambung dan mucus untuk melindungi dinding lambung sendiri. Bila terjadi ketidakseimbangan diantara faktor tersebut misal asam yang berlebih atau mucus yang berkurang, maka dapat mengiritasi dinding lambung sehingga terjadi proses peradangan (Gastritis).
Seperti kita ketahui, lambung adalah organ pencernaan dalam tubuh manusia yang berfungsi untuk menyimpan makanan, mencerna dan kemudian mengalirkan ke usus kecil.
Pada kasus akut, gejala penyakit maag yang sering muncul biasanya adalah nyeri di ulu hati, mual, muntah, tidak nafsu makan, kembung, penurunan berat badan, perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan.
Sedangkan yang kronis biasanya tanpa gejala kalaupun ada, hanya sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera.
Penyakit Maag dan Pengobatannya
Pengobatan penyakit maag tergantung penyebabnya. Pada banyak kasus, pengurangan dari asam lambung dengan bantuan obat sudah cukup bermanfaat.
Beberapa obat pada gastritis seperti: Antasid : menetralisir asam lambung dan menghilangkan nyeri, Acid blocker : membantu mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi, misal Ranitidin dan Antibiotik : menghancurkan bakteri, misal Amoksisilin, Metronidazol.
Untuk pengobatan secara tradisional, salah satunya dapat memanfaatkan kacang hijau yang terbukti memiliki vitamin dan mineral essensial yang sangat tinggi.
Pencegahan Penyakit Maag
Hingga saat ini belum ada cara yang mudah untuk hidup sehat terbebas dari sakit maag selain memperbaiki pola hidup dan pola makan. Diantaranya menghindari makanan berlemak dan berminyak serta menambah asupan makanan berserat.
Berolahraga secara teratur dan menghindari  stress juga sangat membantu karena stress dapat memicu pengeluaran asam lambung. Dengan begitu Penyakit Maag dan Pengobatannya bisa diminimalisir rasa sakit dan efeknya. 

(ItA'ANFA'feb2013)

Sumber : vivaborneo.com

SAY NO TO VALENTINE'S DAY

sAY NO TO VALENTINE’S DAY
ENAM KERUSAKAN VALENTINE
Temen-temen…sebagai muslim tentu kita sudah sangat sepakat untuk mengatakan SAY NO TO VALENTINE’S DAY….nah, kalau ditanya alasannya, sudah siapkah kita menjawab? Tanpa menafikan pengetahan temen-temen tentang Valentine’s Day, sekedar urun rembug untuk referensi aja, temen-temen bisa simak tulisan berikut yang saya unduh dari tulisan 
Muhammad Abduh Tuasikal, Artikel www.muslim.or.id. Semoga bermanfaat…..
Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
  1. Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
  2. Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
  3. Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
  4. Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.
WaLlahu a’lamu bish-showwab….