27 Jul 2013

PILEG 2014, Caleg Perempuan Masih Sebatas Penuhi Administrasi Kuota 30 %

PILEG 2014, Caleg Perempuan Masih Sebatas Penuhi Administrasi  Kuota 30 %
Oleh: Amin Nurita F.A, ST, M.Pd
Sekretaris Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Tengah
Anggota LPP PWA Jawa Tengah



Seluruh Partai Politik peserta Pemilu 2014, telah memenuhi kuota jumlah caleg perempuan sebesar 30% dalam daftar caleg sementara (DCS) yang didaftarkan kepada KPU. Namun telah dipenuhinya syarat minimal tersebut ternyata hanya sebatas pemenuhan administrasi belaka. “Sebab perempuan hanya dicalonkan untuk memenuhi kuota, tidak untuk dipilih. Terbukti Caleg Perempuan hampir semua di Daerah Pemilihan (DAPIL) baik Caleg DPR Pusat, DPRD I, maupun DPRD II tidak berada di urutan nomer 1, dan Caleg perempuan banyak yang ternyata bukan dari kader partai, dengan kata lain Partai Politik merekrut perempuan yang bersedia dan asal mau. Apakah ini yang kita harapkan???
Bagaimana perempuan bisa duduk di legeslatif kalau kenyataannya dalam proses pencalegan SEBATAS MEMENUHI ADMINISTRASI KUOTA 30 %.
Keharusan bagi Partai Politik peserta pemilu mengajukan caleg perempuan minimal 30% dari total jumlah caleg yang didaftarkan kepada KPU, sudah diberlakukan sejak 2004. Namun hingga kini penerapannya oleh parpol, belum menunjukkan kesungguhan di dalam tahap perekrutannya. Bahkan di jajaran Caleg DPR Pusat  Partai Politik lebih memilih mendudukkan caleg perempuan dari artis atau selebritis, demi mendongkrak popularitas paprol, bukan mengisinya dengan kader perempuan yang berkualitas. Sementara di Caleg DPRD II, banyak kita jumpai juga Caleg Perempuan dari para istri Pengurus Partai yang memang hanya sebatas memenuhi kuota 30%.
Kenyataan yang ada memang perempuan yang berkecimpung di dunia politik belum banyak, bahkan secara kualitas juga masih banyak yang perlu ditingkatkan. Pendidikan politik bagi perempuan masih sangat perlu untuk terus digalakkan. PR besar untuk Partai Politik untuk terus melakukan pendidikan politik. Harapannya perempuan yang berada di dunia politik benar-benar berkualitas, memahami betul tentang politik, bisa membawa aspirasi perempuan, dan ketika duduk di Legeslatif bisa ambil bagian dalam pengambilan kebijakan terkait dengan persoalan perempuan.
Ketika kita berbicara tentang peran perempuan, berarti kita berbicara tentang harapan dan penantian orang lain terhadap perempuan. Dengan kata lain, berbicara tentang apa yang dapat dilakukan perempuan dengan status dan kedudukannya sebagai perempuan. Secara umum, peran perempuan (women’s role) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok; peran yang dimainkan secara langsung (straight role), dan peran tidak langsung (no straight role). Yang dimaksud dengan peran secara langsung adalah peran yang secara langsung dilakukan oleh perempuan dan pengaruhnya langsung dapat dirasakan. Adapun peran secara tidak langsung adalah peran yang secara tidak langsung dilakukan perempuan, dan pengaruhnya pun dirasakan secara tidak langsung.
Peranan perempuan dalam politik masih terbentur pada budaya patriarki yang sudah mengakar. Budaya ini dapat menghambat aktivitas perempuan dalam berpolitik. Apalagi untuk perempuan yang sudah menikah. Budaya patriarki telah menenggelamkan kaum perempuan tidak hanya dalam wilayah domestik, tetapi juga telah memasung kaum perempuan dengan menempatkan posisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya kaum perempuan. Perempuan juga tidak punya peranan dalam dunia politik.
Untuk suatu perubahan agar perempuan mempunyai peranan dalam berpolitik atau mengubah budaya patriarki itu juga membutuhkan suatu proses. Apalagi, budaya patriarki ini sudah dialami oleh hampir semua perempuan dari kelas mana pun. Jika kita mengukur partisipasi politik perempuan, tentang persamaan hak untuk memilih dan dipilih, terlihat bahwa perempuan lebih banyak digunakan sebagai alat untuk memobilisasi selama kepentingan berjalan. 
Harapan kita kaum perempuan, adanya kuota 30% ini sebagai langkah untuk meningkatkan peran perempuan dalam politik dan pengambil kebijakan. Meski saat ini masih jauh dari harapan, tetapi usaha semua elemen harus terus dilakukan, baik pemerintah, partai politik, organisasi masyarakat, LSM dan pihak-pihak lain yang terkait. (ItA'NFA' juli 2013)

0 comments: