Pelantikan PDNA Brebes

Pelantikan PDNA Kabupaten Brebes Periode Muktamar XI dihadiri oleh PWNA Jawa Tengah dan Bupati Brebes

Musyawarah Daerah Nasyiatul Aisyiyah Kota Semarang

Semangat Baru Kader Nasyiatul 'Aisyiyah Kota Semarang Awali Periode Muktamar XI

Workshop Manajemen Organisasi PWNA Jawa Tengah

Purworejo, 31 Desember 2009 - 2 Januari 2010

Latihan Instruktur Nasyiatul 'Aisyiyah Karesidenan Semarang Pekalongan

Outbond dalam rangka peningkatan kualitas instruktur dalam membentuk kerjasana tim

27 Jul 2013

Sosialisasi 4 Pilar Bangsa Kerjasama PWNA Jateng dan MPR RI


Sosialisasi Empat Pilar Bangsa dan Seminar Pendidikan 
Nasyiatul Aisyiyah Se Jawa Tengah 

Wonogiri. Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Tengah telah mengadakan Sosialisasi Empat pilar Bangsa dan Seminar Pendidikan bagi kader Nasyiatul Aisyiyah se Jawa Tengah.  Kegiatan ini merupakan program Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah Jawa Tengah periode Muktamar XII, Bidang Keorganisasian dan Pendidikan  Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah Jawa Tengah kerjasama dengan MPR RI.
Kegiatan diadakan pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2013 di Aula Masjid TAQWA Wonogiri. Seminar Pendidikan dengan Tema Nasyiatul ‘Aisyiyah RAMAH Anak “Perkembangan dan Kesehatan Anak” Pembicara: Lisda Farkhani, S.Psi.Psi dan dr. Mutmainah Saleh. Acara  dilanjutkan dengan kegiatan Sosialisas Empat Pilar Bangsa dengan Pembicara Hajrianto Y Tohari  selaku Wakil Ketua MPR RI dan Andar Nabowo staff ahli dari Hajrianto Y Tohari. Kegiatan ini diikuti oleh PDNA Nasyiatul Aisyiyah Se Jawa Tengah, PDM dan ortom daerah Wonogiri, Guru di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah dan Guru di lingkungan Kabupaten Wonogiri dan sekitarnya serta pelajar dengan jumlah peserta kurang lebih 470 peserta.

Berbagai fakta dan fenomena yang berkembang menunjukkan bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang ditandai terutama oleh kemerosotan akhlak dan degradasi wawasan kebangsaan, seperti tercermin dalam perilaku yang lebih mengedepankan nilai-nilai individualisme, pragmatisme, dan liberalisme sehingga menggerus nilai-nilai gotong royong, musyawarah mufakat, toleransi, persatuan dan kesatuan.
Perwujudan Empat Pilar Kebangsaan Indonesia yang menjadi dasar kekuatan bangsa Indonesia saat ini dirasakan harus segera diimplementasikan kedalam perwujudan dan yang lebih kongret dan nyata. Untuk itu kami sebagai bagian dari bangsa Indonesia merasa perlu untuk membantu pemerintah dalam upaya mensosialisasikan perwujudan Empat Pilar Kebangsaan Indonesia tersebut dalam format yang lebih dirasakan besar manfaatnya bagi bangsa ini dengan sebuah penyelenggaraan event besar meliputi seluruh elemen masyarakat dan melingkupi semua aspek kehidupan sosial, berbangsa dan bernegara.
Bangsa Indonesia ini akan menjadi bangsa besar yang bisa merajai dunia, apabila kembali lagi ke Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 45 dan NKRI. (ita’NFA 2013)

PILEG 2014, Caleg Perempuan Masih Sebatas Penuhi Administrasi Kuota 30 %

PILEG 2014, Caleg Perempuan Masih Sebatas Penuhi Administrasi  Kuota 30 %
Oleh: Amin Nurita F.A, ST, M.Pd
Sekretaris Umum Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Tengah
Anggota LPP PWA Jawa Tengah



Seluruh Partai Politik peserta Pemilu 2014, telah memenuhi kuota jumlah caleg perempuan sebesar 30% dalam daftar caleg sementara (DCS) yang didaftarkan kepada KPU. Namun telah dipenuhinya syarat minimal tersebut ternyata hanya sebatas pemenuhan administrasi belaka. “Sebab perempuan hanya dicalonkan untuk memenuhi kuota, tidak untuk dipilih. Terbukti Caleg Perempuan hampir semua di Daerah Pemilihan (DAPIL) baik Caleg DPR Pusat, DPRD I, maupun DPRD II tidak berada di urutan nomer 1, dan Caleg perempuan banyak yang ternyata bukan dari kader partai, dengan kata lain Partai Politik merekrut perempuan yang bersedia dan asal mau. Apakah ini yang kita harapkan???
Bagaimana perempuan bisa duduk di legeslatif kalau kenyataannya dalam proses pencalegan SEBATAS MEMENUHI ADMINISTRASI KUOTA 30 %.
Keharusan bagi Partai Politik peserta pemilu mengajukan caleg perempuan minimal 30% dari total jumlah caleg yang didaftarkan kepada KPU, sudah diberlakukan sejak 2004. Namun hingga kini penerapannya oleh parpol, belum menunjukkan kesungguhan di dalam tahap perekrutannya. Bahkan di jajaran Caleg DPR Pusat  Partai Politik lebih memilih mendudukkan caleg perempuan dari artis atau selebritis, demi mendongkrak popularitas paprol, bukan mengisinya dengan kader perempuan yang berkualitas. Sementara di Caleg DPRD II, banyak kita jumpai juga Caleg Perempuan dari para istri Pengurus Partai yang memang hanya sebatas memenuhi kuota 30%.
Kenyataan yang ada memang perempuan yang berkecimpung di dunia politik belum banyak, bahkan secara kualitas juga masih banyak yang perlu ditingkatkan. Pendidikan politik bagi perempuan masih sangat perlu untuk terus digalakkan. PR besar untuk Partai Politik untuk terus melakukan pendidikan politik. Harapannya perempuan yang berada di dunia politik benar-benar berkualitas, memahami betul tentang politik, bisa membawa aspirasi perempuan, dan ketika duduk di Legeslatif bisa ambil bagian dalam pengambilan kebijakan terkait dengan persoalan perempuan.
Ketika kita berbicara tentang peran perempuan, berarti kita berbicara tentang harapan dan penantian orang lain terhadap perempuan. Dengan kata lain, berbicara tentang apa yang dapat dilakukan perempuan dengan status dan kedudukannya sebagai perempuan. Secara umum, peran perempuan (women’s role) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok; peran yang dimainkan secara langsung (straight role), dan peran tidak langsung (no straight role). Yang dimaksud dengan peran secara langsung adalah peran yang secara langsung dilakukan oleh perempuan dan pengaruhnya langsung dapat dirasakan. Adapun peran secara tidak langsung adalah peran yang secara tidak langsung dilakukan perempuan, dan pengaruhnya pun dirasakan secara tidak langsung.
Peranan perempuan dalam politik masih terbentur pada budaya patriarki yang sudah mengakar. Budaya ini dapat menghambat aktivitas perempuan dalam berpolitik. Apalagi untuk perempuan yang sudah menikah. Budaya patriarki telah menenggelamkan kaum perempuan tidak hanya dalam wilayah domestik, tetapi juga telah memasung kaum perempuan dengan menempatkan posisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya kaum perempuan. Perempuan juga tidak punya peranan dalam dunia politik.
Untuk suatu perubahan agar perempuan mempunyai peranan dalam berpolitik atau mengubah budaya patriarki itu juga membutuhkan suatu proses. Apalagi, budaya patriarki ini sudah dialami oleh hampir semua perempuan dari kelas mana pun. Jika kita mengukur partisipasi politik perempuan, tentang persamaan hak untuk memilih dan dipilih, terlihat bahwa perempuan lebih banyak digunakan sebagai alat untuk memobilisasi selama kepentingan berjalan. 
Harapan kita kaum perempuan, adanya kuota 30% ini sebagai langkah untuk meningkatkan peran perempuan dalam politik dan pengambil kebijakan. Meski saat ini masih jauh dari harapan, tetapi usaha semua elemen harus terus dilakukan, baik pemerintah, partai politik, organisasi masyarakat, LSM dan pihak-pihak lain yang terkait. (ItA'NFA' juli 2013)

BUKAN AJI MUMPUNG


BUKAN AJI MUMPUNG...

Oleh : Azizah Herawati, S.Ag.(Ketua V PWNA Jawa Tengah)
Ramadlan adalah bulan agung  yang ditunggu-tunggu oleh siapapun. RasuluLlah SAW pun memotivasi kita untuk meningkatkan amaliah di bulan ini, bahkan beliau sudah mentarhib (menyambut gembira) sejak dua bulan sebelumnya, yakni di bulan Rajab dan Sya’ban. Sehingga begitu tiba Ramadlan, benar-benar sudah siap untuk melakukan amaliah di bulan Ramadlan.  Gambaran keagungan, keberkahan, berlipat gandanya pahala yang diperoleh dan adanya malam yang lebih baik dari seribu bulan yang dipaparkan Rasulullah SAW dalam khutbah beliau setiap menjelang Ramadlan memacu kaum muslimin  untuk meningkatkan amaliahnya di bulan ini, berlomba-lomba memenuhi masjid dan musholla, membagi makanan untuk berbuka, membagi sembako, bersedekah, menyantuni fakir miskin dan anak yatim dan lain sebagainya. Tentu saja hal ini sangat memberi pengaruh positif bagi masyarakat apabila hal ini terus dilestarikan tidak hanya di bulan Ramadlan. Namun kenyataan di sebagian masyarakat kita, Ramadlan hanya dijadikan ajang ‘aji mumpung’. Rajin berjamaah di masjid, mumpung Ramadlan. Menyantuni fakir miskin dan anak yatim, mumpung Ramadlan. Membagi sembako juga mumpung Ramadlan dan masih banyak lagi yang intinya semua dilakukan semata-mata untuk mendulang pahala berlimpah yang Allah SWT janjikan.
Bukan berarti hal ini tidak benar, tetapi yang perlu dijadikan catatan bagi kita adalah bahwa yang seharusnya ditanamkan pada diri setiap muslim adalah adanya niat yang lurus dan ikhlas karena Allah, bahkan kalaupun Allah SWT tidak melipat gandakan pahala sekalipun, tetap dilakukan. Dan harus diyakini juga bahwa tidak hanya di bulan Ramadlan Allah SWT menjanjikan pahala bagi mereka yang beramal di jalan Allah SWT, bahkan dilipatgandakan tujuh ratus kali (lihat QS Al-Baqarah [2] : 261).  Hal yang tidak kalah penting untuk dicatat adalah bahwa  yang lebih dipentingkan dalam beribadah adalah keistiqomahan (keajegan) kita dalam melakukannya. Di bulan Ramadlan banyak beribadah, tapi begitu datang bulan Syawal, semua berkurang bahkan berakhir. Bukankah Rasulullah SAW mengingatkan bahwa ‘Sebaik-baik urusan adalah keajegannya (berkesinambungan) walaupun sedikit’? Khatam Al-Qur’an di bulan Ramadlan, tapi setelah Ramadlan tidak pernah dibaca lagi. Bersedekah luar biasa banyak di bulan Ramadlan, di luar Ramadlan tidak lagi dilakukan dan masih banyak lagi. Tentu hal ini tidak dibenarkan. Ramadlan sering diibaratkan Bulan Penggemblengan, dengan harapan di bulan-bulan berikutnya akan lebih baik. Oleh karena itu bulan setelah Ramadlan disebut Syawal yang berarti bulan peningkatan, tentu yang diharapkan meningkat adalah amaliahnya.
Akhir pencapaian dari shoum Ramadlan adalah kembalinya kepada fitrah (kesucian). Nah, salah satu indikator kembalinya seseorang kepada fitrah adalah terus terjaganya kualitas dan kuantitas dalam beribadah (istiqomah). Menjaga ki-istiqomah-an inilah yang sulit. Ibarat mempertahankan tropy kejuaraan, tentu lebih sulit daripada saat meraihnya. Ada berbagai aspek yang merupakan tanda-tanda orang yang puasanya diterima (mabrur) dan terlihat di luar bulan Ramadlan, yakni menebarkan keselamatan (ifsyaaussalaam), baik bicaranya (thiibul kalaam), memberi makan (ith’aamuththo’aam) dan sholat malam (qiyaamullail).  Kalau empat hal ini masih dijaga di luar Ramadlan, insyaLlah kita benar-benar layak memperoleh kemenangan. Jadi, tidak sebatas ‘mumpung Ramadlan’.Waallahu a’lam

6 Jul 2013

Workshop Manajemen Organisasi dan Multimedia Nasyiatul Aisyiyah Se Jawa Tengah


Workshop Manajemen Organisasi dan Multimedia Nasyiatul Aisyiyah Se Jawa Tengah

Kebumen. Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Tengah telah mengadakan Workshop Manajemen Organisasi bagi Pimpinan Nasyiatul ‘Aisyiyah se-Jawa Tengah dengan tema ”Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia  Menuju Organisasi yang Profesional”, sebagai langkah awal dalam pelaksanaan program-program Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah Jawa Tengah periode Muktamar XII, Bidang Keorganisasian Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah Jawa Tengah. Workshop diadakan pada hari Jum’at –Ahad tanggal 28-30 Juni 2013 di Kampus STIKES Muhammadiyah Gombong Kebumen. Workshop diikuti oleh anggota Pimpinan Wilayah Nasyiatul ‘Aisyiyah Jawa Tengah dan 18 PDNA se Jawa Tengah. Adapun Materi Workshop Manajemen Organisasi antara lain: Konsolidasi Organisasi,  Pencerahan Nasyiatul Aisyiyah, Manajemen Organisasi, Pengembangan Organisasi, Administrasi Kesekretariatan dan Kebendaharaan, sedangkan materi Workshop Multimedia antara lain : Pengenalan Internet, pembuatan email, facebook dan blog. Hadir sebagai pembicara Bapak Tafsir, M.Ag (Sekrteraris Umum PWM Jawa Tengah), Normasari, M.Hum (Ketua Umum PPNA), Lisda Farkhani, S.Psi.Psi (Ketua Umum PWNA Jateng), Amin Nurita Fajar Astuti, ST, M.Pd, (Sekretaris Umum PWNA Jateng), Siti Syarifah, S.Pd.I (Bendahara I  PWNA Jateng) dan Septi Masyitoh, S.Pd, M.M serta Tim Instruktur IT dari STT Muhammadiyah Kebumen.
Hasil Muktamar XII Nasyiatul ‘Aisyiyah menetapkan Kebijakan Nasyiatul ‘Aisyiyah pada periode 2012 – 2016 diarahkan pada: Pendidikan profetik untuk mensinergikan sumber daya advokasi bagi perempuan dan anak”.  Dalam rangka pelaksanaan program-program Nasyiatul Aisyiyah perlu manajemen yang professional. Kader Nasyiatul ‘Aisyiyah harus memiliki ketrampilan utama (core’s skill) dan kemampuan (capability) sebagai agen perubahan dalam berdakwah dan bermasyarakat, mewujudkan system organisasi yang efektif  dan sustainable dari aspek manajemen dan administrasi, kepemimpinan, pendanaan, komunikasi, serta pengelolaan program dan evaluasinya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka langkah PWNA Jawa Tengan mengadakan Worskhop Manajemen Organisasi dan Multimedia sangat tepat dalam rangka  merealisasikan program-program Nasyiatul ‘Aisyiyah  dimana perlu manajemen organisasi yang tertata secara professional. Peningkatan sumber daya manusia di Nasyiatul ‘Aisyiyah harus dilakukan untuk mencapai kinerja pimpinan secara maksimal. Tertib organisasi, tertib administrasi baik kesekretariatan maupun keuangan, perlu dilakukan oleh Nasyiatul ‘Aisyiyah di semua tingkatan.  Hal ini dilakukan untuk mewujudkan sistem organisasi, dalam rangka penguatan eksistensi dan jaringan Nasyiatul ‘Aisyiyah secara intern maupun eksternal. (ita’NFA 2013)